My Medical World

November 5, 2009

Islamic Calendar

Filed under: Uncategorized — r4yna @ 3:32 pm

Hospital by laws

Filed under: Uncategorized — r4yna @ 2:48 pm

“By laws” = banyak pendapat

= konstitusi, statute, anggaran dasar, peraturan internal

konstitusi : Produk hukum tertinggi dalam suatu negara karena itu istilah konstitusi terlalu tinggi jika digunakan rumah sakit

Anggaran dasar : Digunakan untuk perkumpulan yayasan atau badan hukum seperti Persran Terbatas (PT) dan lain-lain

Statuta : lazim yang digunakan dalam perguruan tinggi. Istilah statuta berasal dari Belanda STATUTAN yang berarti anggaran dasar perkumpulan

 

The New Grolier webster International Dictionary

“A permanent rule of law enacted by the governing body of a corporation or institution”

Inti dari esensia HBL adalah :

Mengatur pembagian tugas/kewajiban dan wewenang secara jelas, tegas, adil dan proporsional antara :

1. Governing body

2. Executive/ Administrator

3. Medical staff

 

Approved by the owner

Asumsi keliru tentang hospital by laws adalah

  • peraturan teknis operasional rumah sakit
  • standar operating procedurs
  • peraturan direksi rumah sakit

Peraturan penyelenggaraan RS ( bukan hospital by laws )

It is the governing board’s polociesto guide

  • the activities of hospital in genera
  • the activities of medical staff
  • the visiting medical staff
  • the patient and visitor

Hospital Governing Body (Governing Board, Majelis Wali manah)

Governing body og institution, organization or territory means that body which has ultimate power to determine its polocies and control its activities

Responsibility of Governing Body (Governng board, Majelis Wali Amanah)

  • attainment of the hospital’s objectives
  • the general governance of the hospital
  • the quality of service
  • the effevtiveness of resource use
  • the accessibility of its service
  • community participation
  • integration and coordination

HBL merupakan ciri khas RS sebagai suatu lembaga yang otonom ‘Self Governance’ yang managemennya tidak dapat dicampuri oleh pihak manapun (termasuk oleh pemiliknya)

  • menyingkirkan setiap celah “conflict of interest” (konflik kepentingan)
  • mengutamakan professionalime

Anggota governing body (G. Body, Majelis Wali Amanah)

  • sumber professionalisme
  • transparansi
  • kepedulian terhadap masalah sosial, kesehatan khususnya RS
  • bersedia menyisihkan waktu

EXECUTIVE OFFICER

  • one in whom resides the power to execute the laws
  • one whose duties are to cause the laws to be executed and obeyed
  • one who assumes command or control and direct course of business
  • one who outline duties and direct work of subordinate employees

– Pimpinan puncak RS

– Menjalankan fungsi management operasional RS sesuai kebijaksanaan yang telah digariskan oleh G. Body/G. Board/ Maelis Wali Amanah

 

Medical Staff

adalah sekelompok tenaga medik yang terdiri dari para dokter umum, dokter spesialis, dokter gigi yang diberi kesempatan menjalankan tigas pelayanan medis di RS

  • pegawai tetap
  • paruh waktu
  • residen

oleh karena itu, perlu medical staff by laws yang tujuannya untuk pengaturan diri sendiri (self-governance) yang dapat diterima secara umum menjadi pedoman bagi rumah sakit dalam menentukan pelayanan, tugas, kewajiban, tanggung jawab.

Fungsi Staff medis

Sebagai pelaksana pelayanan medis, pendidikan dan pelatihan serta penelitian dan pengembangan di bidang medis

 

Keputusan Menkes No. 631/Menkes/SK/IV/2005 tanggal 25 April 2005

Tugas staff medis

  1. melaksanakan kegiatan profesi yang meliputi prosedur diagnosis, pengobatan, pencegahan, pencegahan akibat peningkatan dan pemulihan
  2. meningkatkan kemampuan profesinya, melalui program pendidikan/ pelatihan berkelanjutan
  3. menjaga agar kualitas pelayanan sesuai dengan standar profesi , standar pelayanan medis dan etika kedokteran yang sudah diterapkan
  4. menyusun, mengumpulkan, menganalisa dan membuat laporan pemantauan indikator mutu klinik

Tanggung jawab RS

  1. Personalia
  2. sarana dan peralatan
  3. duty of care (kewajiban memberikan perawatan yang baik)

Doktrin Vicarious liability

= Respondeat superior

= hubungan majikan karyawan

= vicarious liability

 

majikan bertanggung jawab terhadap suatu tindakan/non-tindakan (kelalaian) dari karyawannya yang sampai menimbulkan kerugian kepada pihak lain.

Pasal 1367

seseorang tidak saja bertanggung jawab untk kerugian yang disebabkan karena perbuatannya sendiri, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya, atau disebabkan oleh barang-barang yang berada di bawah pengawasannya.

Pasal 1367 ini perlu dikaitkan dengan ketentuan pokoknya, yaitu :

Pasal 1365

Tiap perbuatan melanggar hukum yang mengakibatkan kerugian kepad orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, untuk menggantikan kerugian tersebut

Pasal 1366

Setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena kelalaian atau kurang hati-hati

Beadles V Metayka, Colorado

Seorang pasien jatuh dari meja operasi sewaktu di dalam keadaan narkose sebelum operasi dimulai. Dokter ahli bedah dianggap yang menjadi kepala dan bertanggung jawab. Doktri respondeat superior tidak dapat diberlakukan

Rosane V Senger, Colorado

Kain kasa tertinggal di dalam tubuh pasien sesudah operasi. Rumah sakit sibebaskn dari tuntutan tanggung jawab dokter ahli anatesi

Marvulli V Els hire, California

Pasien menderita kerusakan otak berat (severe brain damage) yang disebabkan hipoksia yang dirangsang oleh raksi allergik terhadap suntika obak anastetik. dokter bedah tidak bertanggung jawab atas dasar vicarious liability karena dokter ahli bedah tidak mempunyai kontrol terhadap dokter anastesi

Florida

Pasien berusia 30 tahun mengalami kecelakaan dan dipasang respirator untuk membantu pernafasannya. Sewaktu akan dipergunakan alat penting tersebut mengalami kerusakan dan pasien tersebut menderita irreversible brain damage. Pasien buta seumur hidup di ranjang

EUTHANASIA

Filed under: Uncategorized — r4yna @ 1:59 pm

Euthanasia berasal dari bahasa Yunani (Euthanathos). Eu berarti baik, tanpa penderitaan dan thanatos berarti mati. Euthanasia berarti mati dengan baik tanpa penderitaan. Perkembangan euthanasia tidak terlepas dari perkembangan konsep mati. Di Indonesia, menurut Kode Etik Kedokteran Indonesia, istilah euthanasia digunakan dalam tiga srti, yaitu :
1. Berpindahnya ke alam baka dengan tenang dan aman, tanpa penderitaan, untuk yang beriman degan menyebut nama Allah dibibir.
2. Ketika hidup berakhir, penderitaan si sakit yang diringankan dengan memberikan obat penenang
3. Mengakhiri penderitaan dan hidup seseorang yang sakit dengan sengaja atas permintaan pasien sendiri dan keluarganya.

Euthanasia dapat dibedakan dalam 3 macam yaitu:
1. Euthanasia aktif
2. Euthanasia pasif
3. Auto-euthanasia

Euthanasia aktif adalah tindakan yang secara sengaja dilakukan dokter atau tenaga kesehatan lain untuk memperpendek atau mengakhiri hidup pasien. Euthanasia pasif adalah keadaan dimana dokter dan tenaga kesehatan lainnya secara sengaja tidak lagi memberikan bantuan medis yang dapat memperpanjang hidup pasien. Auto-euthanasia adalah keadaan dimana seorang pasien dengan sadar dan tegas menolak menerima perawatan medis dan ia mengetahui hal itu akan memperpendek atau mengakhiri hidupnya, dengan penolakan itu ia membuat suatu pernyataan tertulis tangan. Auto-euthanasia pada dasarnya adalah euthanasia pasif atas permintaan.

Masalah euthanasia menimbulkan pro dan kontra. yang tidak menyetujui tindakan euthanasia berpendapat bahwa euthanasia adalah suatu pembunuhan terselubung. oleh karena itu, tindakan ini bertentangan dengan kehendak Tuhan. Kelompok yang menyetujui menyatakan bahwa tindakan ini atas persetujuan pasien dan bertujuan untuk meringankan penderitaan pasien, adanya perasaan kasihan terhadap mereka yang sakit berat dan secara medis tidak mempunyai harapan untuk pulih, serta adanya perasaan hormat terhadap manusia dengan adanya suatu pilihan yangbebas sebagai hak asasi manusia.

Pengertian Mati

– Dalam keadaan pasien yang tidak sadar, tentu tidak mungkin mendapatkan persetujuan dari pasiennya dan paling tidak dokter akan meminta persetujuan keluarganya, sehingga timbul pertanyaan.
> kapan pasien dianggap sudah mati?
> kapan semua bantuan medis dihentikan?

Beberapa istilah mati, yaitu:
1. Mati klinis (clinical death)
2. Mati serebral (cerebral death, cortical death)
3. Biological death (panorganic death)
4. Social death

clinical death adalah keadaan henti nafas/ tidak ada pernafasan spontan dan henti jantung dengan menghentikan seluruh aktivitas serebral tapi bersifar irreversible. Cerebrall death adalah kerusakan irreversible dari serebrum, terutama neocorteks dan struktur supratentorial lainnya, akan tetapi medulla tetap baik. Braim death adalah kematian cerebral yang disertai nekrosis keseluruhan otak termasuk sereblum, mid brain, dan batang otak. Biollogical death adalah suatu keadaan kematian yang tidak dapat dielakkan setelah suatu kematian klinis bila tidak dilakukan resutasi jantung-paru-otak ataubila usaha resutasi telah menyerah. Biological death adalah proses autolitik pada semua jaringan yang dimulai dari sel neuron yang menjadi nekrotik dalam waktu satu jam tanpa adanya sirkulasi, diikuti dengan jantung, ginjal, paru, dan liver yang menjadi nekrotik dalam waktu dua jam setelah tidak adanya sirkulasi dan terakhir kulit yang menjadi nekrotik dalam beberapa jam atau hari. Sosial death adalah suatu PVS (Persistent Vegetative State) yang menunjukkan kerusakan otak iireversible yang berat pada pasien yang tidak sadar dan tidak responsif akan tetapi masih ada aktivitas EEG, beberapa refleks, dan mampu untuk bernafas spontan.

Kriteria brain death yang digunakan di Unversity of Pittburgh yang dipakai sejak tahun 1968 adalah :
1. Tidak adanya aktivitas serebral dan batang otak yang dilakukan dua kali pemeriksaan klinis yang dilakukan selang dua jam, tanpa ada obat depresi SSP, relaksan atau hipotermi
2. EEG menunjukkan isoelektrik dengan stimuli auditori paling sedikit 30 menit.

– Pasal 334 KUHP : Barang siapa menghilangkan jiwa orang lain atas permintaan orang itu sendiri, yang disebutnya dengan nyata dan dengan sungguh-sungguh dihukum penjara selama-lamanya 12 tahun
– Pasal 345 KUHP : Barang siapa dengan sengaja membujuk orang lain untuk membunuh diri, menolong dalam perbuatan itu, atau memberikan daya upaya itu jadi bunuh diri, dihukum penjara selama-lamanya 4 tahun
– Pasal 338 KUHP : Barang siapa dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain, karena pembunuhan biasa dihukum engan hukuman penjara selama-lamanya 15 tahun
– Pasal 340 KUHP : Barang siapa dengan sengaja dan direncanakan lebih dulu menghilangkan jiwa orang lain, dihukum, karena pembunuhan direncanakan (moord) dengan hukuman mati atau selama-lamanya seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya 20 tahun.
– Pasal 359 KUHP : Barang siapa karena salahnya menyebabkna matinya orang penjara selama-lamanya 5 tahun atau kurungan selama-lamanya 1 tahun.

Melihat pasal-pasal dalam KUHP euthanasia aktif atau pasif dilarang di Indonesia. Akan tetapi kalau berdasarkan pada istilah penganiayaandalam KUHP Pasal 351 (penganiayaan), apakah pemberian obat-obatan yang tidak ada gunanya untuk kesembuhan pasien, bukan berarti menganiaya pasien.

Bahwa hingga saat ini, penentuan mati serta penghentian/penundaan bantuan hidup masih menjadi masalah yang mengemuka yang dihadapi oleh para dokterbaik di dalam maupun di luar rumah sakit. Sebagai contoh : bagaimana menyatakan mati klasik, mati batang otak dan tindak selanjutnya masih belum dipahami. Selain itu, bagaimana sikap kita menghadapi pasien yang sudah tidak ada harapan pulih kembali yang sedang menunggu ajalnya juga tidak dipahami. Tahun 1986, diadakan lokakarya tentang pengakhiran resusitasi jangka panjang. Peserta adalah semua wakil perhimpunan klinis di bawah naungan IDI, ahli hukum, sosial, dan pemuka agama. Penyelenggaranya adalah IDI dan PKGDI. Hasil lokakarya ini adalah doperbolehkannya menghentikan bantuan hidup luar biasa pada pasien ICU yang sedang menunggu ajal. Dahulu ini disebut euthanasia pasif tetapi istilah yang sekarang dipakai with drawing with holding life supports (penghentian/penundaan bentuan hidup)

Menurut fatwa IDI tahun 1988 dan 1990, seseorang dinyatakan mati bila :
a. Fungsi spontan pernafasan dan jantung telah berhenti secara pasti/irreversible (mati klasis)
b. Telah terbukti MBO

Mati klasik adalah fungsi spontan pernafasan dan sirkulasi telah berhenti secara pasti dan dapat diketahui setelah dicoba melakukan resusitasi darurat. Mati klinis adalah henti nafas (tidak ada gerak nafas spontan) ditambah henti sirkulasi (jantung) total dengan semua aktivitas otak berhenti, tetapi tidak irreversible. Mati jantung yaitu asistol ventrikular yang membandel (garis datar pada EKG) selama paling sedikit 30 menit setelah dilakukan resusitasi dan pengobatan optimal. MBO adalah matinya batang otak. Penghentian bantuan hidup (dahulu disebut euthanasia pasif) adalah menghentikan sebagian atau semua terapi bantuan hidup yang sudah terlanjur diberikan. Penundaan bantuan hidup (dahulu disebut euthanasia pasif) adalah tidak memberikan bantuan hidup untuk kelainan baru yang timbul, sambil tetap meneruskan terapi yang teranjur diberikan.

Tanda-tanda otang dengan mati klinis atau henti jantung/ nafas, yaitu:
1. Tidak sadar
2. Jantung-sirkulasi berhenti, dimana nadi karotis tidak ada pulpasi
3. Pernafasan spontan behenti (dimana tidak ada nafas setelah dilakukan pemeriksaan misalnya dengan kaca/serat/kapas) atau gasping.
4. ‘Death like appearance’
5. Warna kulit pucat sampai kelabu
6. Pupil dilatasi

Jika ada mayat sudah ditemukan adanya lebam mayat, dan/atau kaku mayat, maka dapt dikatakan matinya irreversible

Upaya resusitasi dilakukan pada keadaan mati klinis yaitu bila denyut nadi besar (sirkulasi) dan nafas berhenti tetapi diragukan apakah kedua fungsi spontan jantung dan pernafasan telah berhenti secara pasti/irreversible. Sebagai misalnya :
1. Infark jantung “kecil” yang mengakibatkan “kematian listrik”
2. Serangan Adams-Stokes
3. Hipoksia akut
4. Keracunan dan kelebihan dosis obat-obatan
5. Sengatan listrik
6. Refleks vagal
7. Tenggelam dan kecelakaan-kecelakaan lain yang masih memberi peluang untuk hidup.

Resusitasi tidak dilakukan pada :
Pasien dengan kriteria do not resuscitate (DNR) atau semua tindakan kecuali RJP : untuk pasien-pasien dengan fungsi otak yang tetap ada atau organ multipel yang lain atau dalam tingkat akhir penyakit yang tidak dapat disembuhkan, misal karsinomatosis lanjut. Semua yang mungkin dilakukan untuk kenyaman pasien. Perpanjangan hidup tidak dilakukan setelah henti jantung. Bila ini terjadi RJP tidak dilakukan dan pasien dibiarkan meninggal.

Dalam keadaan darurat, resusitasi yang diakhiri bila ada salah satu dari berikut ini :
1. Telah timbul kembali sirkulasi dan ventilasi spontan yang efektif
2. Upaya resusitasi telah diambiul alih orang lain yang lebih berkompeten dan bertanggung jawab meneruskan resusitasi (bila tidak ada dokter)
3. Seorang dokter mengambil alih tanggung jawab (bila tidak ada dokter sebelumnya)
4. Penolong terlalu lelah sehingga tidak sanggup melanjutkan resusitasi
5. pasien dinyatakn telah mati
6. Diketahui kemudian, bahwa sesudah dimulai resusitasi, pasien ternyata berada dalam stadium terminal suatu penyakit yang tidak dapat disembuhkan lagi : atau hampir dapat dipastikan bahwa pasien tidak akan memperoleh kembali fungsi serebralnya, yaitu sesudah 0,5-1 jam terbukti tidak ada nadi pada normotermia tanpa resusitasi jantung paru

Resusitasi jangkan panjang diakhiri pada salah satu berikut ini :
1. Mati batang otak
2. Stadium terminal penyakit yang sudah dapat disembuhkan lagi misalnya mati sosial

Keputusan mati batang otak adalah keputusan medis, sehingga yang berwenang untuk memutuskan adalah tenaga medis. Tenaga medis yang dimaksud terdiri dari 3 (tiga) orang dokter yang berkompeten (dimana salah satu spesialis anestisiologi/intensivis) dan 2 dokter lain. Keputusan ini dibuat dengan berita acara pengujian dan pengambilan keputusan. Bahwa sebelum melakukan prosedur pengujian tidak adanya refleks batang otak, dokter wajib menjelaskan keadaan pasien, yang mencakup pengertian mati batang otak, dan tindak lanjutnya kepada keluarga pasien (bila ada).

Tanda-tanda fungsi batang otak yang menghilang adalah :
1. Koma
2. Tidak adanya sikap tubuh yang abnormal (seperti dekortikasi atau deserebrasi)
3. Tidak adanya sentakan epileptik
4. Tidak adanya refleks-refleks batang otak
5. Tidak adanya nafas spontan

Syarat dan prosedur pengujian MBO adalah sebagai berikut :
1. Meyakini bahwa telah terdapat prakondisi tertentu yaitu koma dan apnea serta penyebabnya adalah kerusakan otak struktural yang tak dapat diperbaiki lagi, yang disebabkan oleh gangguan yang dapat menuju ke MBO
2. Menyingkirkan poenyebab koma dan henti nafas pada reversible (obat-obatan, intoksikasi, kelainan elektrolit, metabolik, dan endokrin)
3. Memastikan arefleksia batang otak dan henti nafas yang menetap

Refleks batang otak, yaitu :
1. Tidak adanya respons terhadap cahaya
2. Tidak adanya refleks kornea
3. Tidak adanya refleks vestibulo-okular
4. Tidak danya respons motor dalam distribusi saraf kranial terhadap rangsangan adekuat pada area somatik
5. Tidak adanya refleks muntah (gag refleks) atau refleks batuk terhadap rangsangan oleh kateter isap yang dimasukkan ke dalam trakea.

Beberapa kesukaran dalam diagnosis MBO

Hasil pemeriksaan
1. Pupil terfiksasi
Kemungkinan kausa :
– Obat anti koli nergik
– Obat pelumpuh otot
– Penyakit sebelumnya
2. Refleks okulo-vestibular negative
Kemungkinan kausa :
– obat ototoksik
– Obat penekan vertibular
– Penyakit sebelumnya
3. Tidak ada nafas
Kemungkinan kausa :
– henti nafas psca hiperventilasi
– obat pelumpuh otot
4. Tidak ada aktivitas motor
Kemungkinan kausa :
– Obat pelumpuh otot
– locked in state
– obat sedatuve
– anoksia
5. EEG : isoelektrik
Kemungkinan kausa :
– Hipotermia
– Ensefalitis
– trauma

Tes perlu diulang untuk mencegah kesalahan pengamatan dan perubahan tanda-tanda. Interval waktu berkisar antara 25-60 menit bagi RS yang berkepentingan dengan transplantasi; bagi RS lain maksimal 24 jam. Bila hasil tes ulang tetap negatif, pasien dinyatakan mati atau meninggal meskipun jantung masih berdenyut.

Khusus pada penentuan MBO untuk kepentingan transplantasi, tes dilakukan setidaknya 3 orang dokter yang kompeten, dimana salah satunya adala spesialis anastesiologi/intensivis dan dua dokter lain. Tiga dokter tersebut harus tidak ada sangkut paut dengan tindakan transplantasi. Pasien mati ketika batang otak dinyatakan mati, bukan saat mayat dilepaskan dari ventilator dan jantung berhenti berdegup maka segera konsultasikan dengan tim transplantasi. Namun perlu diingat, biasanya penyebab kematian adalah penyakit utama pasien, bukan penarikan kembali atau penolakan tindakan bantuan hidup. Penarikan kembali bantuan berarti menghentikan terapi yang sudh terlanjur diberikan. Pendukungnya mngkin merasa lebih nyaman dengan menarik kembali terapi/bantuan hidup daripada hanya menolak terapi baru, karena terapi tersebut, tealah terbukti tidak bermanfaat bagi pasien. Mereka meyakini pnarikan kembali terapi mengakibatkan penyakit utama dapat mengalahkan pasien.

Setelah mesin dimatikan, dicoba untuk mengembalikan nafs spontan pasien. Bila upaya ini gagal, terapi ventilator tidak lagi diberikan dan pasien dibiarkan mati. Bila secara tak terduga psien bernafas spontas adekuat lagi maka upaya penyelamatan pasien dilanjutkan kembali.

Kriteri penghentian/penundaan bantuan hidup
1. Kelainan/penyakit irreversible
2. Prognosis yang buruk dalam aspek medis dan kualitas hidup

Tindakan luar biasa untuk benuan hidup mencakup :
1. Rawat di ICU
2. RJP
3. pengendalian distrimia
4. Intubasi trakeal
5. Ventilasi mekanis
6. Obat vasoaktif kuat
7. Nutrisi parenteral total
8. Antibiotika
9. Makanan lewat pipa enteral
10. Cairan dasar IV (DSW, NS, RL)

Hello world!

Filed under: Uncategorized — r4yna @ 11:32 am

Welcome to WordPress.com. This is your first post. Edit or delete it and start blogging!

Create a free website or blog at WordPress.com.